Minggu, 30 Oktober 2011

APA ITU PENDIDIKAN JASMANI..?

 1.Pengertian
Pendidikan jasmani merupakan suatu proses seseorang sebagai individu maupun anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan, kecerdasan, dan pembentukan watak.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional .
1.Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih
2.Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik
3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar
4.Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan
5.Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis
6.Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
7. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.
1.Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya
2. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya
3. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya
4. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya
5.Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya
6.Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung
7.Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.
Dunia anak-anak adalah dunia yang segar, baru, dan senantiasa indah, dipenuhi keajaiban dan keriangan. Demikian Rachel Carson dalam sebuah ungkapannya. Namun demikian, menurut Carson, adalah kemalangan bagi kebanyakan kita bahwa dunia yang cemerlang itu terenggut muram dan bahkan hilang sebelum kita dewasa.
Dunia anak-anak memang menakjubkan, mengandung aneka ragam pengalaman yang mencengangkan, dilengkapi berbagai kesempatan untuk memperoleh pembinaan . Bila guru masuk ke dalam dunia itu, ia dapat membantu anak-anak untuk mengembangkan pengetahuannya, mengasah kepekaan rasa hatinya serta memperkaya keterampilannya.
Bermain adalah dunia anak. Sambil bermain mereka belajar. Dalam hal belajar, anak-anak adalah ahlinya. Segala macam dipelajarinya, dari menggerakkan anggota tubuhnya hingga mengenali berbagai benda di lingkungan sekitarn
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini adalah : “Apakah pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.
Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran “pendidikan jasmani dan kesehatan” (penjaskes) dalam kurikulum1994.
Perubahan nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula. Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani ?
Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.
Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.


Referensi:
http://pojokpenjas.blogspot.com/2007/12/bab-i-pendahuluan-rasional.html

PENGARUH KEHILANGAN CAIRAN TUBUH YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PRESTASI OLAHRAGA



Saat pertandingan, seorang atlet dapat mengalami kelelahan yang diakibatkan oleh dehidrasi. Kelelahan tersebut merupakan dampak dari penurunan kemampuan kerja otot yang disebabkan kelelahan di tingkat pusat dan perifer. Oleh karena, dehidrasi dapat menyebabkan hyperosmolarity yang berdampak pada penurunan sensitivitas saraf otak sehingga terjadi penurunan kemampuan rekruitmen dan frekuensi pengaktifan motor unit dalam kontraksi otot. Penurunan kemampuan rekritmen jumlah dan frekuensi pengaktifan motor unit merupakan penyebab kelelahan pusat. Dehidrasi juga menyebabkan hyperthermia dan hypovolemia. Hyperthermia dapat mengganggu perambantan impuls dan menimbulkan kerusakan enzim yang membantu dalam proses metabolisme. Hypovolemia menyebabkan menurunnya kesediaan oksigen dan energi untuk kontraksi otot. Gangguan perambatan impuls, kerusakan enzim serta kurangnya kesediaan oksigen dan energi akan menghambat proses kontraksi otot yang berdampak pada kelelahan perifer. Saat pertandingan, seorang atlet dapat mengalami penurunan performance yang diakibatkan oleh kelelahan. Indikator penurunan performance tersebut dengan cara menilai kerja ototnya, karena performance atlet ditentukan oleh kemampuan kontraksi otot yang menghasilkan kekuatan otot (kemampuan otot atau sekelompok otot untuk melakukan satu kali kontraksi secara maksimal untuk melawan tahanan atau beban), daya tahan otot (kemampuan atau kapasitas sekelompok otot untuk melakukan kontraksi secara yang berulang-ulang melawan beban tertentu atau mempertahankan kontraksi dalam jangka waktu lama) sampai power otot (perkalian kekuatan dengan kecepatan).
Untuk mempertahankan kerja otot saat pertandingan diperlukan kontribusi dari berbagai faktor yaitu faktor kemampuan pusat (susunan saraf pusat) untuk mengendalikan kontraksi otot, serta faktor perifer (di luar susunan saraf pusat) untuk melakukan proses kontraksi otot. Kemampuan faktor pusat dalam mengendalikan kontraksi otot melalui kemampuan otak dalam merekrut jumlah motor unit oleh susunan saraf pusat (SSP), sedangkan kemampuan faktor perifer dalam proses kontraksi otot meliputi kemampuan saraf, kemampuan mekanik kontraksi dan kesediaan energi untuk kontraksi. Dengan demikian berkurangnya kerja otot dapat disebabkan karena berkurangnya kemampuan kontraksi otot ditingkat pusat atau perifer.
 Berkurangnya kemampuan di tingkat pusat dikenal dengan kelelahan pusat dan berkurangnya kemampuan di perifer dikenal dengan kelelahan perifer. Kelelahan di pusat dan perifer tersebut bisa disebabkan oleh dehidrasi atau hilangnya cairan tubuh. Namun bagaimana mekanisme terjadinya kelelahan di pusat dan perifer saat dehidrasi dikaitkan dengan kemampuan kerja otot. Oleh karena itu, pada makalah ini akan mengkaji mekanisme kelelahan saat dehidrasi ditinjau dari kemampuan kerja ototnya.
DEHIDRASI
Keseimbangan air dan elektrolit diperlukan untuk mempertahankan kesehatan secara umum. Air merupakan komponen utama dalam tubuh yang jumlahnya sekitar 73% dari lean body mass. Air dalam tubuh didistribusikan dalam sel dan plasma. Saat tubuh sedang istirahat, sekitar 30-35% air berada di intra sel, 20-25% berada di interstitial dan sekitar 5% berada di plasma. Peran air dalam sel sebagai medium dari reaksi biokimia dan peran air dalam plasma untuk mempertahankan volume darah yang dibutuhkan oleh sistem kardiovaskular. Air sangat berperan dalam tubuh manusia, namun pada saat melakukan olahraga, seorang atlet akan banyak kehilangan air melalui keringat. Keringat merupakan mekanisme pembuangan panas yang paling efektif saat berolahraga. Oleh karena, saat berolahraga tubuh akan menghasilkan banyak panas yang merupakan hasil dari metabolism energi untuk mendukung kontraksi otot. Sebesar 70-90% energi yang dilepaskan dari metabolime tersebut berupa panas dan sisanya baru ATP. Oleh karenanya tubuh harus efektif dalam membuang panas yang dihasilkan saat berolahraga. Sebenarnya tubuh memiliki 4 mekanisme pembuangan panas yaitu: radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi. Radiasi adalah kehilangan panas dalam bentuk sinar infra merah. Hal ini melibatkan transfer panas dari permukaan satu objek ke permukaan lainnya tanpa melibatkan kontak fisik. Penting untuk diingat bahwa radiasi adalah transfer panas melalui sinar infra merah dan dapat menyebabkan hilangnya panas atau menerima panas bergantung pada kondisi lingkungan. Konduksi diartikan sebagai transfer panas dari tubuh ke molekul objek yang paling dingin karena adanya kontak dengan permukaan objek tersebut. Konveksi adalah bentuk hilangnya panas melalui molekul udara atau molekul air yang terjadi kontak dengan tubuh. Terakhir adalah evaporasi yaitu pembuangan panas melalui keringat. Mekanisme pembuangan panas tersebut dipengaruhi beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, kelembaban udara, dan intensitas latihan (Werner, 1993). Mekanisme pembuangan panas melalui konduksi dan konveksi menjadi tidak efektif ketika suhu lingkungan panas, bahkan pembuangan panas secara radiasi menjadi tidak mungkin ketika suhu lingkungan panas (Douglas, 2000).
Dengan demikian, ketika suhu lingkungan panas, maka pembuangan panas yang paling efektif melalui mekanisme evaporasi. Namun demikian, efektivitas pembuangan panas melalui evaporasi tersebut tergantung pada beberapa ukuran tubuh, intensitas latihan, temperatur ambien, kelembaban, dan aklimasi panas. Seperti pada kondisi udara panas dan kelembaban yang rendah maka evaporasi akan mampu membuang panas sebesar 98% dari total panas tubuh (Warner, 1993; Amstrong, 1993). Berdasarkan pada hal tersebut, saat olahraga maka pembuangan panas melalui mekanisme evaporasi adalah efektif. Namun, evaporasi tersebut berdampak pada kehilangan cairan tubuh. Menurut Sawka (1995), saat atlet berolahraga dengan intensitas tinggi akan terjadi pengeluaran keringat dengan laju sebesar 1.0-2.5 L/jam. Sedangkan menurut Greenleaf (1991), pembuangan keringat pada suhu panas sekitar 4 -10L/ hari. Padahal, berkurangnya cairan tubuh sebanyak 1-2% saja dari total body akan mengalami gangguan fungsi tubuh serta penurunan performance. Hal ini di dukung oleh beberapa penelitian para ahli diantaranya Amstrong (1985) yang meneliti dampak dehidrasi terhadap endurance performance pada pelari jarak 1500m, 5000m dan 10.000m. Hasilnya membuktikan dehidrasi menurunkan endurance performance sebesar 5% pada pelari jarak 5000m dan 10.000m dan sebesar 3% pada pelari 1500m. Sedangkan penelitian Burge (1993), dehidrasi pada atlet rowing menurunkan power otot sebesar 5%. Menurut Sawka (1992), dehidrasi sebesar 8% menurunkan waktu toleransi terjadinya kelelahan. Dengan demikian, dehidrasi akan mempercepat terjadinya kelelahan.
KELELAHAN
Kelelahan dapat diklasifikasikan menjadi kelelahan yang berlokasi di sistem saraf pusat yang dikenal dengan kelelahan pusat dan kelelahan yang berlokasi di luar sistem saraf pusat yang dikenal dengan kelelahan perifer.
Kelelahan Pusat
Kelelahan pusat disebabkan karena kegagalan sistem saraf pusat merekrut jumlah dan mengaktifkan motor unit yang dilibatkan dalam kontraksi otot. Padahal kedua hal tersebut berperan dalam besarnya potensial yang dihasilkan selama kontraksi otot. Dengan demikian, berkurangnya jumlah motor unit dan frekuensi pengaktifan motor unit menyebabkan berkurangkan kemampuan kontraksi otot. Rekruitmen jumlah motor unit juga dipengaruhi oleh motivasi. Pada perangsangan elektrik pada otot yang lelah masih dapat mengembangkan kekuatan kontraksi otot. Hal ini membuktikan bahwa pengembangan kekuatan otot tersebut dapat dipengaruhi oleh aspek psikologis. (Robert, 1999). Selain itu ada penelitan lain mengenai pengaruh motivasi terhadap performance. Seorang yang memiliki motivasi yang rendah akan mudah lelah dibandingkan dengan seorang yang memiliki motivasi tinggi (Robert,1999). Dengan demikian, diyakini bahwa rendahnya motivasi pada sistem saraf pusat akan menurunkan rekruitmen jumlah motor unit sehingga terjadi kelelahan pusat.
Kelehanan Pusat Akibat Dehidrasi
Dehidrasi saat berolahraga dapat menyebabkan penurunan kemampuan rekruitmen motor unit oleh susunan saraf pusat yang dikenal dengan kelelahan pusat. Gangguan rekruitmen jumlah motor unit tersebut dikarenakan gangguan pada susunan saraf pusat akibat hyperthermia (kenaikan suhu inti tubuh). Hasil penelitian Sawka (1984) menunjukkan dehidrasi sebesar 6% menyebabkan peningkatan suhu inti tubuh sebesar 0,8oC. Sedangkan Mountain (1992) mengemukakan peningkatan suhu inti tubuh seiring dengan peningkatan kehilangan cairan tubuh
(dehidrasi). Saat tubuh mengalami dehidrasi sebesar 1% terjadi peningkatan suhu inti tubuh sebesar 0,2oC dan saat tubuh mengalami dehidrasi 6% terjadi peningkatan suhu inti tubuh sebesar 0,8oC. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap kehilangan cairan tubuh sebesar 1% akan menyebabkan peningkatan suhu inti tubuh dari 0,1 sampai 0.23oC.
Peningkatan suhu inti tubuh tersebut merupakan dampak dari kegagalan tubuh dalam menjaga suhu tubuh yang stabil. Pusat pengaturan suhu tubuh terletak di hypotamulus. Anterior hypothalamus bertanggung jawab untuk meningkatnya suhu tubuh, sedangkan posterior hypothamulus bertanggungjawab untuk penurunan suhu tubuh. Pada saat olahraga, posterior hypothalamus bekerja untuk membuang panas dengan merangsang kelenjar keringat untuk membuang panas melalui proses evaporasi. Banyaknya cairan tubuh yang hilang saat proses evaporasi akan menimbulkan kehilangan cairan tubuh yang menyebabkan terjadinya hypovolemia dan hyperosmolarity. Hypovolemia dan hyperosmolarity tersebut dapat mengganggu proses pembuangan panas tubuh yang akan diuraikan berikut ini. Hypovolemia akan menyebabkan penurunan volume preload jantung. Penurunan volume preload tersebut akan menurunkan tekanan atrium (atrial filling pressure), sehingga akan merangsang baroreseptor Fortney, 1995). Baroreseptor kemudian menginformasikan melalui serabut eferen ke hypothalamus sebagai pusat regulasi suhu. Respon hypothalamus akan memprioritaskan sirkulasi pada daerah yang aktif seperti otot dan mengabaikan daerah lainnya seperti permukaan kulit (Rowell, 1986; Johnson, 1996).
Dengan demikian hipovolemia akan menyebabkan vasokontriksi pada sirkulasi permukaan kulit. Selain itu, rendahnya tekanan atrium dan meningkatnya rangsangan baroreseptor secara akan menstimulasi peningkatan catecholamine dalam plasma (Gonzales, 1995). Peningkatan tersebut akan menginhibisi respon vasodilatasi. Epinephrine yang merupakan cathecolamine berperan dalam meningkatkan resistensi vascular cutaneous dan menurunkan aliran darah. Berkurangnya aliran darah perifer akan menghambat pembuangan panas, sehingga suhu inti tubuh meningkat. Bahkan menurut Herzman (1960) peningkatan suhu inti tubuh tersebut akan mengurangi sensitivitas mekanisme berkeringat, sehingga memperberat kegagalan tubuh untuk membuang panas. Kegagalan tubuh untuk membuang panas juga disebabkan karena terjadi hyperosmolarity. Hyperosmolarity diakibatkan oleh penurunan volume plasma selama dehidrasi. Penurunan volume plasma terjadi karena kehilangan cairan tubuh melalui evaporasi. Namun pada proses respirasi pun memberi kontribusi terhadap kehilangan cairan tubuh meski tidak sebanyak melalui evaporasi. Kehilangan cairan tubuh tersebut tidak sebanding dengan kehilangan ion tubuh. Menurut Greenleaf (1994) kehilangan cairan tubuh melalui keringat dapat mencapai 4-10 L/hari. Kehilangan ion sodium cloride tubuh melalui evaporasi sebesar 10-70 mmol/L. Seperti halnya dengan sodium terdapat kehilangan ion lain bersamaan dengan keringat yaitu potasium sebesar 3-15 mmol/L, calsium sebesar 0,3-2 mmol/L dan magnsium sebesar 0,2-1,5 mmol/L (Brouns, 1991). Reabsorbsi ion utama tubuh (sodium) oleh kelenjar dengan cara transport aktif. Namun kecepatan reabsorbsi tersebut tidak seiring dengan laju kecepatan berkeringat sehingga konsentrasi sodium tersebut meningkat. (Sawka, 1996). Hal ini didukung oleh penelitian Senay (1968) yang menyatakan adanya korelasi antara peningkatan laju keringat dengan peningkatan konsentrasi Na+. Hal tersebut yang membuat terjadinya peningkatan osmolaritas cairan tubuh. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kehilangan cairan tubuh akan meningkatkan konsentrasi ion utama sehingga terjadi peningkatan osmolaritas cairan tubuh. Menurut Senay (1979) peningkatan konsentrasi ion utama dan osmolaritas cairan tubuh juga terjadi pada jaringan non kontraktil seperti sistem saraf pusat diantaranya adalah hypothalamus. Menurut Douglas (2000) neuron disekitar hypothalamus sensitif terhadap perubahan osmolaritas. Perbedaan tekanan osmotik pada area ini akan menyebabkan air bergerak dari jaringan menuju darah, sedangkan pergerakan ion ke arah yang berlawanan. Hal ini menyebabkan tingginya konsentrasi ion utama tubuh dalam jaringan. Padahal ratio Na+ dan Ca+2 disekitar neuron hypothalamus mempengaruhi peningkatan suhu inti tubuh. Dengan demikian, peningkatan ion utama dan osmolaritas menyebabkan terjadi peningkatan suhu inti tubuh. (Nielsen, 1974). Dari uraian tersebut, menunjukkan bahwa hyperthermia disebabkan karena hypovolemia dan hyperosmolarity. Hyperthermia tersebut akan berdampak pada fungsi otak dan sistem saraf sehingga akan menurunkan respon di otak. Hal tersebut terjadi akibat adanya peningkatan resistensi penyampaian informasi antar serabut saraf (Senay, 1979). Penurunan respons saraf tersebut akibat berkurangnya sensitivitas saraf akibat perubahan pada perangsangan membran yang kemungkinan disebabkan oleh perubahan dalam osmolaritas, konsentrasi Na+, neurotransmitters, dan perubahan dalam membran itu sendiri. Penurunan sensitivitas saraf pusat tersebut akan mengganggu proses rekruitmen jumlah motor unit dan frekuensi pengaktifan motor unit. Menurut Nielsen (1996), peningkatan suhu inti >39◦C akan terjadi penurunan fungsi dari pusat motor dan penurunan kemampuan untuk merekrut motor unit. Padahal jumlah motor unit yang terlibat dan frekuensi pengaktifan motor unit akan menentukan potensial kontraktil dari otot.
Berkurangnya jumlah motor unit dan frekuensi pengaktifan motor unit yang berkurang akan menyebabkan penurunan kekuatan kontraksi otot, daya tahan otot dan power otot. Hal ini didukung oleh penelitian yang membuktikan bahwa heat stress dapat menyebabkan penurunan maximal aerobic power sebesar 7% (Sawka, 1985), menurunkan power otot sebesar 7% (Burge, 1993) dan menurunkan muscle endurance (Douglas, 2000). Rektuitmen jumlah motor unit juga dipengaruhi oleh motivasi. Heat stress yang diakibatkan dehidrasi dapat mengganggu fungsi mental (Mountain, 1992) dan menyebabkan terjadinya penurunan motivasi (Douglas, 2000). Padahal motivasi berperan dalam merekrut jumlah motor unit. Menurunnya jumlah rekruitmen motor unit akan menimbulkan yang digolongkan dalam kelelahan sentral. Kelelahan Perifer Akibat Dehidrasi Dehidrasi menyebabkan gangguan kontraksi otot yang diakibatkan gangguan pada perambatan impuls (faktor neuromuscular), gangguan pada mekanik kontraksi otot, dan kekurangan energi untuk kontraksi otot. Gangguan perambatan impuls dikarenakan adanya perubahan dalam eurotransmitter, osmolaritas, dan konsentrasi Na+. Penurunan neurotransmitter akan mengganggu perambatan impuls pada synap dan neuromuscular junction. Hyperosmolarity yang ditunjukkan dengan peningkatan konsentrasi ion utama tubuh yang berdampak pada penurunan sensitivitas serabut saraf. Penurunan sensitivitas saraf tersebut akan menimbulkan kegagalan pada kemampuan membran otot untuk mengkonduksi potensial aksi dan akan menyebabkan blok potensial aksi pada T tubule. (Scott, 2002) Blok potensial aksi tersebut menyebabkan penurunan pelepasan Ca++ dari sarcoplasmic retikulum. Dan sebagaimana diketahui Ca++ berperan dalam mekanisme sliding pada kontraksi otot. Selain itu, kontraksi otot akan terganggu bila terdapat penurunan produksi ATP. Produksi ATP tersebut ditentukan oleh faktor suplay sumber energi dan oksigen. Sumber energi yang digunakan saat terjadi dehidrasi adalah glikogen. Menurut Douglas (2000) terjadi peningkatan degradasi glikogen otot saat terjadi dehidrasi. Rangkaian katabolisme glikogen dilanjutkan pada rangkaian proses glikolisis yang bisa dilakukan secara anaeobik atau tanpa kehadiran oksigen dalam metabolismenya dan secara aerobik atau memerlukan oksigen dalam metabolismenya. Rangkaian glikolisis yang dilakukan secara anerobik akan menghasilkan asam piruvat, atom hidrogen yang bergabung dengan NAD+ membentuk NADH dan H+.
 Terbentuknya asam piruvat dan atom hidrogen akan menghentikan proses glikolisis dan berakhirnya pembentukan ATP. Asam piruvat dalam keadaan anaerob akan di ubah menjadi asam laktat yang berdifusi dengan mudah keluar sel masuk ke dalam cairan ekstra sel atau masuk ke dalam cairan intrasel pada sel yang tidak aktif. Rangkaian glikolisis yang dilakukan secara aerobik setelah katabolisme glukosa menjadi asam piruvat, maka piruvat tersebut diubah menjadi molekul asetil ko-A yang akan masuk dalam siklus kreb untuk menghasilkan atom hidrogen. Atom hidrogen tersebut yang dibawa oleh NADH + H+ dan FADH2 akan dioksidasi dalam rangkaian electron transport chain dalam mitokondria yang akan menghasilkan ATP. Proses keberlangsungan reaksi kimia pada rangkaian glikolisis tersebut membutuhkan enzim. Enzim merupakan katalisator yaitu zat yang mempercepat reaksi kimia. Enzim merupakan protein yang berperan dalam regulasi jalur metabolisme dalam sel. Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu yang optimum. Secara umum, peningkatan kecil suhu tubuh akan berdampak pada peningkatan aktivitas enzim. Hal ini sangat membantu untuk pemenuhan energi yang meningkat saat olahraga. Peningkatan suhu yang kecil tersebut akan meningkatkan aktivitas enzim yang berperan dalam membantu proses metabolisme yang bertujuan untuk menghasilkan energi. Namun demikian, ketika terjadi peningkatan suhu yang besar akan berdampak pada penurunan aktivitas enzim. Pada saat dehidrasi akan terjadi peningkatan suhu otot yang disebabkan berkurangnya perfusi darah dalam jaringan selama kontraksi dan relaksasi otot. (Douglas, 2000). Dengan demikian peningkatan suhu tersebut akan mengganggu rangkaian kimia dalam metabolisme glikolisis sehingga akan menghambat produksi ATP. Produksi ATP melalui rangkaian glikolisis aerobik memerlukan suplay oksigen yang memadai. Kebutuhan oksigen otot tersebut dipengaruhi oleh VO2Max yang melibatkan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal dalam mengambil oksigen dan menyalurkannya ke jaringan yang aktif sehingga dapat digunakan pada proses metabolisme di otot. Dengan demikian faktor yang berperan dalam VO2Max adalah: (1) kemampuan paru untuk menghirup udara dan mengalirkan udara melewati permukaan alveolus ke peredaran darah yang ditandai dengan ventilasi maksimum permenit dan kapasitas difusi paru-paru; (2) kemampuan darah untuk mengangkut oksigen; (3) kemampuan sirkulasi jantung untuk menghantarkan oksigen ke otot yang sedang bekerja; (4) kemampuan pembuluh darah untuk mengalirkan darah ke otot yang bekerja; serta (5) kemampuan otot untuk mentransport oksigen dari haemoglobin ke mitokondria dan kemampuan mitokondria untuk menggunakan oksigen. Pada saat dehidrasi terjadi penurunan VO2Max lebih dari 3% (Sawka, 1999). Penurunan tersebut disebabkan menurunnya kemampuan sistem respirasi dan kardiovaskular. Pada sistem respirasi terjadi peningkatan tekanan parsial CO2. Peningkatan CO2 dikarenakan saat dehidrasi tidak terjadi peningkatan sensitivitas untuk membuang CO2 karena adanya penurunan sensitivitas sistem saraf pusat. Peningkatan tekanan parsial CO2 akan mempengaruhi proses difusi gas. Sebagaimana diketahui bahwa proses difusi gas tersebut dipengaruhi oleh perbedaan tekanan parsial O2 dan CO2. Selain itu, menurut Sawka (1985) dehidrasi menyebabkan terjadinya penurunan volume darah yang menyebabkan peningkatan viskositas darah dan menurunkan venous return. Peningkatan viskositas darah akan menimbulkan peningkatan resistensi sirkulasi sistemik sehingga akan menurunkan cardiac filling dan menyebabkan penurunan pada stroke volume, mean artial pressure dan cardiac output. (Allen, 1977; Douglas, 2000). Dehidrasi akan menurunkan kemampuan pengiriman oksigen pada otot dan menurunkan uptake oksigen oleh otot. Kemampuan penurunan pengiriman oksigen tergantung pada aliran darah. Saat dehidrasi terjadi peningkatan viskositas darah dan resistensi sistemik yang berdampak pada penurunan aliran darah. Selain itu, uptake oksigen oleh otot juga berkurang saat terjadi dehidrasi, karena penurunan cardiac output. Uptake oksigen oleh otot merupakan kontribusi dari cardiac output dan arterial-mixed venous oxygen difference. Penurunan cardiac output akan menghasilkan penurunan uptake oksigen oleh otot yang akan digunakan untuk proses oksidasi pada rangkaian produksi ATP dalam otot. Berkurangnya uptake oksigen dalam otot akan menyebabkan otot mengalami hypoxia. Rendahnya oksigen dalam otot menyebabkan meningkatnya metabolisme energi secara glikolisis anaerob yang akan menghasilkan laktat. Selain itu, rendahnya oksigen juga menyebabkan rendahnya aktivitas transport elektron untuk menghasilkan ATP secara aerob. Dengan demikian rendahnya oksigen dalam otot akan menyebabkan berkurangnya aktifitas pembentukan energi secara aerob dan meningkatnya aktifitas pembentukan energi secara anaerob yang menghasilkan asam laktat. Penumpukan asam laktat akan menurunkan pH sehingga meningkatkan suasana asam dalam sel. Peningkatan keasaman dalam sel tersebut akan mengganggu stimulasi saraf dan metabolisme seluler. Oleh karena, aktivitas enzim yang berperan dalam metabolisme dipengaruhi oleh pH sel. Aktivitas enzim tersebut memerlukan pH yang optimum, bila terjadi perubahan pH maka akan berdampak pada penurunan aktivitas enzim tersebut. Dengan demikian penurunan pH tersebut akan mempengaruhi aktivitas enzim yang berperan membantu proses metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi. Berkurangnya kemampuan metabolisme sel untuk memproduksi energi akan menurunkan kemampuan otot untuk berkontraksi. Menurunnya kemampuan otot akibat akumulasi asam laktat disebabkan berkurangnya kecepatan laju removal asam laktat, yang disebabkan adanya ketidak seimbangan antara produksi asam laktat dengan removal asam laktat di hati. Kecepatan laju removal asam laktat memerlukan peningkatan sirkulasi untuk mengangkut asam laktat di otot untuk dibawa ke hati agar dapat di daur ulang menjadi sumber energy baru melalui siklus cori. Saat dehidrasi terjadi penurunan sirkulasi serta penurunan aliran darah sehingga eliminasi asam laktat di otot menjadi terhambat. Hal ini yang menyebabkan menurunnya kemampuan otot untuk berkontraksi sehingga terjadi kelelahan di otot yang dikenal dengan kelelahan perifer.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Dehidrasi dapat menimbulkan kelehanan di pusat dan perifer; (2) Kelelahan pusat disebabkan terjadinya hyperosmolarity yang menyebabkan penurunan sensitivitas saraf otak sehingga terjadi penurunan kemampuan rekruitmen jumlah motor unit dan frekuensi pengaktifan motor unit yang dilibatkan dalam kontraksi otot; dan (3) Kelelahan perifer disebabkan karena hyperthermia mengganggu perambantan impuls dan kerusakan enzim yang membantu dalam proses metabolisme dan hypovolemia menyebabkan menurunnya kesediaan oksigen dan energi untuk kontraksi otot.


DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, L.E, Costill, D.L. & Fink, W.J. 1985. Influence of Diuretic- Induced Dehidration on Competitive Running Performance. Med Sci Sport Exerc. 59:1394-401.

Allen, T.E., Smith, D.P. & Mliller, D.K. 1977. Hemodynamic Response to Submaximal Exercise after Dehydration and Rehydration in High School Wrestler.Med Sci Sport. 9:159-63.

Burge, C.M., Carey, M.F. & Payne, W.R. 1993. Rowing Performance, Fluid Balance, and Metabolic Function Following Dehydation and Rehydration. Med Sci Sport Exec. 25:1258-64.

Brouns, F. 1991. Heat-Sweat-Dehydration-Rehydration: A Praxis Oriented Approach. J Sport Sci.9:143-52.

Douglas, J.C., Lawrance, E.A. & Scott, J.M., 2000. National Athletic Trainers Association Position Statement: Fluid Replacement for Athletes. Journal of Athletic Training. 35: 212-224.

Fotney, S.M., Nadel, E.R., Wenger, C.B. & Bove, J.R. 1981. Effect of Blood Volume on Sweating rate and Body Fluid in Exercising Humans. J Apply Physiol. 51:1594-600.

PROSES FISIOLOGIS AKIBAT JALAN SEHAT


         Jalan kaki, adalah aktifitas sederhana yang sudah semakin ditinggalkan karena tuntutan hidup serba cepat yang difasilitasi oleh pesatnya perkembangan tekhnologi. Ternyata memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Duke University Medical Center baru-baru ini ditemukan bahwa berjalan kaki 30 menit dalam sehari dapat mengurangi metabolic syndrome, yaitu salah satu penyebab tingginya risiko terkena penyakit jantung, diabetes, dan stroke. Sebanyak 24 juta perempuan di AS menderita metabolic syndrome. Sementara itu dalam sebuah penelitian di Inggris menyebutkan bahwa dengan berjalan kaki selama setengah jam dalam sehari dapat mengurangi bahaya penyakit jantung sebesar 11%, terutama bagi perempuan. Studi lain, yang pernah dipublikasikan oleh Journal of the American Medical Association menyebutkan bahwa berjalan kaki beberapa jam saja dalam sepekan bisa mengurangi bahaya risiko terkena kanker payudara. Ketika berjalan kaki, lemak pada perempuan akan berkurang dan menjadi sumber estrogen. Dalam studi ini disimpulkan 74 ribu perempuan mengalami post-menopause yang berumur antara 50-79 tahun dengan berat badan normal, ternyata mengalami penurunan risiko kanker payudara sebesar 30%, dan sekitar 10-20% bagi perempuan yang kelebihan berat badan. Membuat tidur lebih nyenyak. National Sleep Foundation menyebutkan bahwa berjalan cepat di sore hari akan membuat tidur lebih nyenyak. Para ahli mengatakan bahwa berjalan kaki akan meningkatkan hormon serotonin yang memebuat anda akan merasa lebih nyaman. Akan tetapi hindari berjalan kaki dua jam sebelum tidur. Mengurangi rasa sakit atau nyeri.
Dengan berjalan kaki secara reguler akan membuat tubuh anda merasa nyaman karena adanya gerakan yang terjadi pada tubuh, termasuk pergerakan tangan dan yang paling utama adalah kaki. “Berjalan kaki akan mengurangi risiko cedera atau kram dan membuat tubuh Anda terasa labih baik,” ujar instruktur kesehatan Alice Peters Diffely. Membuat bahagia. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Texas menyimpulkan bahwa berjalan kaki selama 30 menit dalam sehari bisa mengurangi depresi dan stres. Bahkan studi Universitas Temple menyebutkan berjalan kaki 90 menit selama lima kali dalam seminggu bisa membuat anda merasa lebih bahagia, karena tubuh manusia memproduksi endorphin, yaitu semacam hormon yang membuat orang menjadi bahagia. Berjalan kaki selama 30 menit/hari pun dapat mengurangi berat badan. Bahakan dalan sebuah penelitian Brown University dan University of Pittsburgh menyebutkan bahwa perempuan yang berjalan kaki satu jam selama lima hari dalam satu mingu dan mengkonsumsi 1.500 kalori tiap hari, dapat mengurangi berat badan sebanyak 11,3 kilogram dalam setahun. Jadi dengan jalan kaki anda bisa menghindari obesitas yang sering memicu berbagai penyakit. Awet muda. Beberapa studi yang telah dilakukan menyarankan pada manula untuk lebih sering berjalan kaki karena dapat mengurangi terkena risiko penyakit alzheimer. Berjalan kaki juga membuat otak menjadi aktif. Mengurangi keropos tulang. Berjalan kaki selama 30 menit sebanyak tiga kali dalam seminggu dapat mencegah dan mengurangi keropos tulang. Berjalan kaki yang menggunakan 95% otot tubuh akan membuat tulang lebih kuat untuk menahan beban tubuh.
Selain itu jalan kaki merupakan olahraga yang paling mudah, murah, dan memiliki risiko cedera lebih kecil. Menurut pakar kesehatan olahraga, jalan kaki bermanfaat untuk jantung, otot dan persendian, tulang, metabolisme, bobot badan, dan pikiran. Bagi Anda yang malas berolahraga, jalan kaki mrupakan pilihan yang terbaik.
 Jalan kaki merupakan olahraga yang murah dan mudah serta sangat bermanfaat. Berikut ini beberapa manfaat jalan kaki, antara lain:
  1. Menguatkan jantung dengan meningkatkan efisiensinya. Jalan kaki yang dilakukan secara teratur seumur hidup akan menurunkan risiko serangan jantung dan penyakit pembuluh koroner.
  2. Menguatkan otot-otot, ligamen, tendon, tulang rawan. Khusus pada wanita muda, jalan kaki dapat memperlambat terjadinya osteoporosis (keropos tulang).
  3. Memperbaiki sistem pengaturan gula darah dalam tubuh. Banyak pasien diabetes melitus yang berkurang kebutuhan insulinnya karena rutin
  4. Ideal untuk menjaga berat badan karena dapat meningkatkan penggunaan kalori, mengendalikan nafsu makan, dan membakar lemak. Tidak kalah penting, jalan kaki dapat meningkatkan citra diri serta mengurangi depresi dan kecemasan.
  5. Dibanding joging, pembebanan olahraga jalan kaki pada tubuh lebih kecil. Ketika joging, kedua kaki terangkat dari tanah pada setiap langkah. Ini dapat memaksa badan kita menyerap benturan dengan kekuatan 3-4,5 kali bobot badan.

    Sebaliknya, saat jalan kaki, salah satu kaki selalu di tanah, dan ketika kaki mendarat benturannya kurang lebih 1,25 kali bobot badan. Jadi, risiko cedera pada jalan kaki lebih kecil. Memang jalan kaki memberikan hasil lebih lambat daripada joging. Demi mendapat manfaat yang sama dengan joging, lakukan jalan kaki lebih lama.

Butuh berapa langkah untuk jalan sehat ?
Kebutuhan langkah kaki berbeda-beda tergantung kondisi kesehatan yang ingin dicapai. Untuk kesehatan jangka panjang dan mengurangi risiko penyakit kronis dibutuhkan 10.000 langkah setiap hari. Untuk mengurangi berat badan, antara 12.000-15.000 langkah setiap hari. Jika ingin aerobik yang sukses, langkah tetap yang dibutuhkan adalah 3.000 langkah setiap hari.
Manfaat Jalan Kaki Bagi Kesehatan Anda ;
BERJALAN kaki adalah aktivitas ringan namun penuh dengan manfaat bagi tubuh anda. Berikut adalah sembilan manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas jalan kaki, yang penting untuk anda ketahui. 
1. Serangan Jantung.
Pertama-tama tentu menekan risiko serangan jantung. Kita tahu otot jantung membutuhkan aliran darah lebih deras (dari pembuluh koroner yang memberinya makan) agar bugar dan berfungsi normal memompakan darah tanpa henti. Untuk itu, otot jantung membutuhkan aliran darah yang lebih deras dan lancar. Berjalan kaki tergopoh-gopoh memperderas aliran darah ke dalam koroner jantung. Dengan demikian kecukupan oksigen otot jantung terpenuhi dan otot jantung terjaga untuk bisa tetap cukup berdegup. Bukan hanya itu. Kelenturan pembuluh darah arteri tubuh yang terlatih menguncup dan mengembang akan terbantu oleh mengejangnya otot-otot tubuh yang berada di sekitar dinding pembuluh darah sewaktu melakukan kegiatan berjalan kaki tergopoh-gopoh itu.
Hasil akhirnya, tekanan darah cenderung menjadi lebih rendah, perlengketan antarsel darah yang bisa berakibat gumpalan bekuan darah penyumbat pembuluh juga akan berkurang. Lebih dari itu, kolesterol baik (HDL) yang bekerja sebagai spons penyerap kolesterol jahat (LDL) akan meningkat dengan berjalan kaki tergopoh-gopoh. Tidak banyak cara di luar obat yang dapat meningkatkan kadar HDL selain dengan bergerak badan. Berjalan kaki tergopoh-gopoh tercatat mampu menurunkan risiko serangan jantung menjadi tinggal separuhnya. Berjalan kaki tergopoh-gopoh tercatat mampu menurunkan risiko serangan jantung menjadi tinggal separuhnya.
2. Stroke
Kendati manfaat berjalan kaki tergopoh-gopoh terhadap stroke pengaruhnya belum senyata terhadap serangan jantung koroner, beberapa studi menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tengok saja bukti alami nenek-moyang kita yang lebih banyak melakukan kegiatan berjalan kaki setiap hari, kasus stroke zaman dulu tidak sebanyak sekarang. Salah satu studi terhadap 70 ribu perawat (Harvard School of Public Health) yang dalam bekerja tercatat melakukan kegiatan berjalan kaki sebanyak 20 jam dalam seminggu, risiko mereka terserang stroke menurun duapertiga.
3. Berat badan stabil. 
Ternyata dengan membiasakan berjalan kaki rutin, laju metabolisme tubuh ditingkatkan. Selain sejumlah kalori terbuang oleh aktivitas berjalan kaki, kelebihan kalori yang mungkin ada akan terbakar oleh meningkatnya metabolisme tubuh, sehingga kenaikan berat badan tidak terjadi.
4. Menurunkan berat badan.
Ya, selain berat badan dipertahankan stabil, mereka yang mulai kelebihan berat badan, bisa diturunkan dengan melakukan kegiatan berjalan kaki tergopoh-gopoh itu secara rutin. Kelebihan gajih di bawah kulit akan dibakar bila rajin melakukan kegiatan berjalan kaki cukup laju paling kurang satu jam. 
5. Mencegah kencing manis. 
Benar, dengan membiasakan berjalan kaki melaju sekitar 6 km per jam, waktu tempuh sekitar 50 menit, ternyata dapat menunda atau mencegah berkembangnya diabetes Tipe 2, khususnya pada mereka yang bertubuh gemuk (National Institute of Diabetes and Gigesive & Kidney Diseases). Sebagaimana kita tahu bahwa kasus diabetes yang bisa diatasi tanpa perlu minum obat, bisa dilakukan dengan memilih gerak badan rutin berkala. Selama gula darah bisa terkontrol hanya dengan cara bergerak badan (brisk walking), obat tidak diperlukan. Itu berarti bahwa berjalan kaki tergopoh-gopoh sama manfaatnya dengan obat antidiabetes. dengan membiasakan berjalan kaki melaju sekitar 6 km per jam, waktu tempuh sekitar 50 menit, ternyata dapat menunda atau mencegah berkembangnya diabetes Tipe 2.
6. Mencegah osteoporosis. 
Betul. Dengan gerak badan dan berjalan kaki cepat, bukan saja otot-otot badan yang diperkokoh, melainkan tulang-belulang juga. Untuk metabolisme kalsium, bergerak badan diperlukan juga, selain butuh paparan cahaya matahari pagi. Tak cukup ekstra kalsium dan vitamin D saja untuk mencegah atau memperlambat proses osteoporosis. Tubuh juga membutuhkan gerak badan dan memerlukan waktu paling kurang 15 menit terpapar matahari pagi agar terbebas dari ancaman osteoporosis. Mereka yang melakukan gerak badan sejak muda, dan cukup mengonsumsi kalsium, sampai usia 70 tahun diperkirakan masih bisa terbebas dari ancaman pengeroposan tulang.
7. Meredakan encok lutut.
Lebih sepertiga orang usia lanjut di Amerika mengalami encok lutut (osteoarthritis) . Dengan membiasakan diri berjalan kaki cepat atau memilih berjalan di dalam kolam renang, keluhan nyeri encok lutut bisa mereda. Untuk mereka yang mengidap encok lutut, kegiatan berjalan kaki perlu dilakukan berselang-seling, tidak setiap hari. Tujuannya untuk memberi kesempatan kepada sendi untuk memulihkan diri. Satu hal yang perlu diingat bagi pengidap encok tungkai atau kaki: jangan keliru memilih sepatu olahraga. Kita tahu, dengan semakin pertambahnya usia, ruang sendi semakin sempit, lapisan rawan sendi kian menipis, dan cairan ruang sendi sudah susut. Kondisi sendi yang sudah seperti itu perlu dijaga dan dilindungi agar tidak mengalami goncangan yang berat oleh beban bobot tubuh, terlebih pada yang gemuk. Bila bantalan (sol) sepatu olahraganya kurang empuk, sepatu gagal berperan sebagai peredam goncangan (shock absorber). Itu berarti sendi tetap mengalami beban goncangan berat selama berjalan, apalagi bila berlari atau melompat.
Hal ini yang memperburuk kondisi sendi, lalu mencetuskan serangan nyeri sendi atau menimbulkan penyakit sendi pada mereka yang berisiko terkena gangguan sendi. Munculnya nyeri sendi sehabis melakukan kegiatan berjalan kaki, bisa jadi lantaran keliru memilih jenis sepatu olahraga. Sepatu bermerek menentukan kualitas bantalannya, selain kesesuaian anatomi kaki. Kebiasaan berjalan kaki tanpa alas kaki, bahkan di dalam rumah sekalipun, bisa memperburuk kondisi sendi-sendi tungkai dan kaki, akibat beban dan goncangan yang harus dipikul oleh sendi. Lebih sepertiga orang usia lanjut di Amerika mengalami encok lutut. Dengan membiasakan diri berjalan kaki cepat atau memilih berjalan di dalam kolam renang, keluhan nyeri encok lutut bisa mereda.
8. Depresi.
            Ternyata bergerak badan dengan berjalan kaki cepat juga membantu pasien dengan status depresi. Berjalan kaki tergopoh-gopoh bisa menggantikan obat antidepresan yang harus diminum rutin. Studi ihwal terbebas dari depresi dengan berjalan kaki sudah dikerjakan lebih 10 tahun.
9. Kanker
Kanker juga dapat dibatalkan muncul bila kita rajin berjalan kaki, setidaknya jenis kanker usus besar (colorectal carcinoma).  Kita tahu, bergerak badan ikut melancarkan peristaltik usus, sehingga buang air besar lebih tertib. Kanker usus dicetuskan pula oleh tertahannya tinja lebih lama di saluran pencernaan. Studi lain juga menyebutkan peran berjalan kaki terhadap kemungkinan penurunan risiko terkena kanker payudara.
            Kemudian untuk itu semua juga kita harus selalu konsisten, Sebelum memulai, lakukan pemanasan secukupnya, apalagi jika selama ini Anda tidak pernah berolahraga. Lakukan peregangan (stretching) secukupnya dan mulailah dengan perlahan-lahan. Selanjutnya, postur yang baik ketika berjalan ialah tubuh tegak, tidak membungkuk ke depan atau ke belakang
Berjalan kaki selama setengah jam per hari atau sekitar tiga jam seminggu sangat baik dan menurut situs walking.miningco.com berhubungan dengan penurunan risiko gangguan jantung. Mulailah dengan 15 menit per hari selama lima hari dan tambahlah lima menit tiap minggu hingga akhirnya mencapai 30 menit per hari. Ingat, karena dalam hal ini Anda harus membangun kebiasaan, usahakan untuk konsisten berlatih tiap hari. Jangan biarkan rasa malas membuat Anda berhenti, karena sekali berhenti biasanya Anda sukar untuk memulai lagi. Selamat berlatih.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.voa-islam.com/muslimah/health/2010/10/10/10761/9-manfaat-jalan-kaki-bagi-kesehatan-anda/
http://wathan89.wordpress.com/2009/03/21/manfaat-jalan-kaki-bagi-kesehatan/
http://blogneforfree.blogspot.com/2010/05/manfaat-berjalan-kaki-bagi-kesehatan.html
http://keluargacemara.com/kesehatan/manfaat-berjalan-kaki-bagi-kesehatan.html
http://sweetspearls.com/health/manfaat-jalan-untuk-relaksasi/